Warga Kadipaten Cilegon Menolak Tanah Wakaf Dikomersilkan

INDOSATUNEWS.COM – Puluhan masyarakat Lingkungan Kadipaten, Kelurahan Kedaleman, Kecamatan Cibeber, melakukan aksi unjuk rasa disebuah lahan wakaf di Jalan Ahmad Yani, Kota Cilegon.

Aksi demo itu sebagai bentuk protes warga kepada pihak perorangan yang ingin melakukan pembangunan di tanah wakaf milik masjid Al-Ikhlas, Kadipaten seluas 2.600 meter persegi.

Nuruddin alias Mat Peci, selaku Ketua DKM Masjid Al-Ikhlas menceritakan, tanah seluas ribuan meter itu awalnya milik Hj. Zenab yang merupakan buyutnya yang diwakafkan untuk masjid sebelum tahun 1950.

“Setelah mewakafkan tanah ini, Hj Zenab meninggal sebelum tahun 50. Tiba-tiba tahun 1987 terjadilah transaksi jual beli, di jual beli ini gak tau siapa yang menjual, siapa yang membeli awalnya tadinya seperti itu. Dari tahun 1987 itulah masalah sampai sekarang ini, bahkan sudah sampai eksekusi dan sebagainya,” Paparnya kepada awak media di lokasi wakaf tersebut, Senin (1/8/2022).

Seiring berjalannya waktu, ujar Mat Peci, pembeli tanah wakaf itu mulai diketahui yaitu Kumalawati alias Giok. Sengketa tanah itu kemudian dibawa ke Pengadilan Negeri Serang dan Pengadilan Tinggi Bandung yang akhirnya dimenangkan oleh pihak masyarakat yang mewakili masjid dan dinyatakan tanah itu adalah tanah wakaf milik masjid Al-Ikhlas.

Tak berhenti sampai di situ, setelah kalah di Pengadilan Negeri Tinggi, Kumalawati melakukan banding ke Mahkamah Agung dan akhirnya secara kenegaraan berhak atas tanah tersebut.

Namun, ia tidak berani mengutak-atik tanah tersebut hingga meninggal dan diwariskan kepada anak angkatnya bernama Sandy.

“Memang kalau secara sertifikat menurut Pak Haji juga benar, menurut pemerintah sah, Pak Haji akui sah itu. Tapi, saya tanyakan syarat yang jadi sertifikatnya ini apa? Yang menjual siapa? Karena ini tanah Hj. Zenab, Hj. Zenab itu gak menjual dan meninggalnya sebelum tahun 50, terus masjid juga enggak menjual,” terang Mat Peci.

“Bu Giok sebagai pembelinya itu sendiri enggak berani membangun atau mengontrakkan tanah ini, tiba-tiba sekarang dibangun oleh anak adopsinya (pungut). Sedangkan ibu angkatnya (Bu Giok) enggak berani bangun ini karena tahu ini masih bermasalah,” sambungnya.

Sementara itu, penasihat hukum Mat Peci, Andre Scondery dan Rita Hariyati mengakui bahwa tanah ribuan meter tersebut secara kenegaraan milik almarhum Giok, namun ia juga meminta kepada pihak yang diwariskan, Sandy untuk melihat latar belakang tanah tersebut.

“Ini ada dua sisi, secara kenegaraan memang betul ini dimiliki secara resmi oleh almarhum Bu Giok yang sekarang katanya jatuh kepada anak angkatnya beliau Bu Sandy. Namun pada tahun 90 an di Pengadilan Negeri Serang dan Pengadilan Tinggi Bandung pada saat itu memang sudah diakui dan isbatul wakafnya juga ada dan memang betul ini adanya tanah wakaf. Diwakafkan untuk masjid Al-Ikhlas dan masjid ini termasuk masjid yang legend,” tuturnya.

Menurut Rita, tanah itu akan dikontrakkan ke sebuah perusahaan yang akan membangun gudang keramik. Ia menegaskan bahwa persoalan tanah wakaf itu secara mutlak sudah diatur dalam Al-Qur’an dan tidak boleh dikomersilkan.

“Kan gak boleh tanah wakaf, waris, bahkan di Pengadilan Agama diatur bahwa itu tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh dikomersilkan. Kalau kita bicara tanah wakaf, tanah wakaf ini kan di dalam Al-Qur’an, di dalam agama kita yang mana dari historisnya tanah ini ditujukan untuk kepentingan masyarakat, khususnya dalam hal ketuhanan. Jadi sebaiknya kita mengindahkan hal tersebut,” ungkapnya.

Sementara hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak Sandy terkait aksi demo yang dilakukan masyarakat tersebut.(Mad Sari)