Tasikmalaya – (Kamis, 25/01/2024). Kemenkumham R.I melalui Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) dalam Penyusunan Konsepsi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara dan Batas Pengurangan dan Perpanjangan Masa Pengawasan sebagai Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2024 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2024 menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara dan Batas Pengurangan dan Perpanjangan Masa Pengawasan yang melibatkan Tenaga Penyusun Peraturan Perundang-undangan Unit Eselon I, Kanwil Kemenkumham Jabar, dan Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang dilaksanakan di Kantor Walikota Tasikmalaya Jl. Ir. H. Juanda No. 191, Sukamulya, Kec. Bungursari, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Acara Focus Group Discussion (FGD) ini dihadiri Pj. Walikota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Asep Nana Mulyana, Sekretaris Jenderal Peraturan Perundang-undangan Ceno Hersusetyokartiko, Pimpinan Tinggi Pratama Kanwil Kemenkumham Jabar, Perwakilan DPRD Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Praktisi Hukum dan Bagian Hukum Pemerintah Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Kepala Unit Pelaksana Teknis se-Priangan Timur dengan Narasumber Prof. Romli Atmasasmita (Akademisi Universitas Padjajaran), Rudi Pradisetya Sudirja (Jaksa), dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat R. Andika Dwi Prasetya.
Direktur Perancang Perundang-undangan Cahyani Suryandari dalam laporannya menyampaikan Partisipasi Masyarakat menjadi perhatian publik dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ini adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan. Ini menjadi tolak ukur yang memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Semoga FGD ini bisa menghasilkan sumbangsih hasil yang sesuai dengan harapan masyarakat dalam memenuhi rasa keadilan.
Dalam kata sambutannya, Cheka menyampaikan terimakasih kepada Dirjen PP dan Tim Kemenkumham, sudah berkunjung dan mempercayakan penyelenggaraan FGD ini di Kota Tasikmalaya. Menurutnya Kota Tasikmalaya sudah mulai lengkap, dengan ditunjang dengan jalur Kereta Eksekutif dari Gambir langsung ke Tasikmalaya dan Pangandaran sehingga meningkatkan geliat perekonomian masyarakat dan meningkatkan pariwisata, sehingga bisa meningkatkan jumlah wisatawan untuk berkunjung ke Kota Tasikmalaya. Apapun hasil yang dicapai dari FGD ini akan kami segera tindak lanjuti sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Asep Nana Mulyana dalam sambutannya menyampaikan KUHP Nasional ini adalah karya Monumental Anak Bangsa, setelah sekian lama kita menggunakan KUHP produk Kolonial Belanda. Ada 3 (tiga) hal yang mengatur Hukum Pidana yaitu : Criminal Act, Criminal Responsibility, Punishment. KUHP Nasional mencakup tidak hanya personal tetapi sudah memperluas ke cakupan korporasi. Kita sedang berusaha untuk menyatukan Undang-undang Narkotika dan Psikotropika, sehingga Rehabilitasi merupakan solusi dari Over Kapasitas yang dialami oleh hampir sebagian besar Lapas dan Rutan di Indonesia.
Tujuan hukum bukan hanya sebatas memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum, tetapi memenuhi rasa Perdamaian. Posisi Kebijakan Ditjen PP sekarang meliputi : Aturan Pelaksanaan, Sosialisasi, Umbrella Act, dan Juducial Review. Inilah yang terus kami jaga dalam menjaga keberlangsungan KUHP Nasional sehingga tujuannya di tahun 2026 KUHP Nasional bisa diterapkan secara menyeluruh.
FGD ini adalah Implementasi dari KUHP meliputi salah satu cara Tahapan Dalam Penyusunan RUU/RPP, Meaningful Participation, Akuntabilitas dan Objektivitas Dalam Mewujudkan Regulasi Berkualitas dan Berintegritas sesuai Putusan MK dan UU No. 13/2021
Right to be heard, Right to be considered, Fought to be explained.
Prof. Romli menerangkan Perubahan mendasar dalam menyikapi KUHP nasional adalah perubahan sikap dari masing-masing orang. Lebih jauh dijelaskan bahwa UU No.1 Tahun 2023 KUHP tidak mengatur secara Rinci Tentang Pengertian dan Ruang Lingkup Pidana Pengawasan. Implikasi Pemberlakuan KUHP No.1 Tahun 2023 yaitu Substansi Hukum dari Filosofi Positivisme ke Filosofi Restorative Pancasila, Perubahan Struktur Hukum, Dalam Budaya Hukum seperti Pengakuan Hukum Adat Dalam Sistem Peradilan Pidana.
Sejak UU No. 1 Tahun 2023, Sistem Hukum Pidana di Indonesia meninggalkan Filosofi Retributivisme menjadi Filosofi Restorative Rehabilitasi. Asas Legal Formal secara Evolutif diganti menjadi Asas Legalitas Materiil. Keyakinan Hakim tidak lagi menjadi penentu satu-satunya yang hanya diperkuat dua alat bukti melainkan dibatasi oleh faktor-faktor non Hukum (Pasal 54)
Rudi Pradisetya Sudirdja menjelaskan Pidana pengawasan adalah jenis pidana pokok, namun sebenarnya merupakan tata cara pelaksanaan dari pidana penjara, sehingga tidak secara khusus dicantumkan dalam perumusan suatu Tindak Pidana. Pidana pengawasan adalah bentuk pembinaan di luar lembaga atau penjara yang mirip dengan pidana penjara bersyarat yang diatur dalam Pasal 14 KUHP Lama (WvS). Pidana ini merupakan alternatif dari pidana penjara dan tidak ditujukan untuk Tindak Pidana yang berat sifatnya.
Urgensi Pidana Pengawasan diantaranya: 1. Alternatif Penanganan Non-Penjara, 2. Pencegahan Pengaruh Lingkungan Penjara, 3. Mengurangi Overcrowding.
Andika dalam materinya turut menjelaskan ”Implementasi Pidana Pengawasan”. Menurutnya Pidana pengawasan merupakan salah satu jenis pidana pokok, namun sebenarnya merupakan cara pelaksanaan dari pidana penjara sehingga tidak diancamkan secara khusus dalam perumusan suatu Tindak Pidana. Pidana pengawasan merupakan pembinaan di luar lembaga atau di luar penjara, yang serupa dengan pidana penjara bersyarat yang terdapat dalam Wetboek Van Strafrecht (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana). Pidana ini merupakan alternatif dari pidana penjara dan tidak ditujukan untuk Tindak Pidana yang berat sifatnya. (Penjelasan Pasal 75 UU KUHP).
Selain itu, Andika menambahkan Implementasi Pidana Pengawasan :
Adanya Harmonisasi dan Sinkronisasi Perpu terkait UU KUHP, UU PAS, UU SPPA beserta Peraturan Pelaksanaannya
Perlu Kejelasan terkait Tugas Jaksa dan PK dalam KUHP PADA Pelaksanaan Pidana Pengawasan. Seperti pada SPPA disebutkan Tugas Jaksa adalah melakukan Pengawasan sedang PK melakukan Pembimbingan
Peran PK dalam KUHP harus diperjelas apakah terlibat sejak Pra Ajudikasi, Ajudikasi dan Pasca Ajudikasi atau hanya terlibat dalam pengawasan ya saja, maka Pertimbangan yang diberikan tidak akan objektif, karwna PK tidak dapat membandingkan kondisi terpidana/klien pada saat sebelum dipidana dan setelah dijatuhi pidana pengawasan.