BANDUNG-Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat ikuti secara virtual kegiatan Diskusi Publik Analisis Kebijakan mengenai Urgensi Rancangan Peraturan Menteri Hukum tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum. Bertempat di Ruang Ismail Saleh, berkumpul tim Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkum Jabar (Lina K, Rika, Elin R., Rian P., Hendy P., Iwan P. dan Safroni) turut berdiskusi. Pada hari ini, Kamis pagi (22/05/25).
Dalam rangka penguatan peran Jabatan Fungsional (JF) Penyuluh Hukum, Badan Strategi Kebijakan (BSK) menggelar forum diskusi yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan BPHN, serta Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kegiatan ini bertujuan untuk membahas urgensi penyusunan Peraturan Menteri Hukum terkait pelaksanaan Diklat serta petunjuk teknis bagi JF Penyuluh Hukum. Dalam pemaparannya, Ketua Tim Kajian, Bapak Opi, menyampaikan bahwa kebijakan ini harus berbasis data lapangan (evidence-based) demi menjawab kebutuhan riil serta menjamin keberlanjutan fungsi penyuluhan hukum secara profesional dan sistemik.
Dari hasil temuan lapangan, terungkap berbagai permasalahan mendasar, mulai dari ketidakjelasan formasi jabatan, kurangnya standar kompetensi yang terukur, hingga tidak meratanya distribusi penyuluh hukum di berbagai wilayah. Selain itu, minimnya sosialisasi terhadap pedoman karya tulis ilmiah serta keterbatasan pemahaman mengenai kurikulum dan penyelenggaraan uji kompetensi menjadi hambatan serius dalam pengembangan JF Penyuluh Hukum. Salah satu poin penting adalah perlunya satu regulasi payung yang menyatukan berbagai ketentuan agar lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh ASN di seluruh daerah.
Forum ini juga membahas pentingnya menyusun kurikulum pendidikan dan pelatihan yang berbeda untuk setiap jenjang jabatan, mulai dari Penyuluh Hukum Pertama, Muda, Madya hingga Utama. Selain itu, disoroti pula perlunya penguatan organisasi profesi sebagai wadah pengembangan karier dan profesionalitas penyuluh hukum. Penegasan bahwa kegiatan penyuluhan hukum seharusnya menjadi domain eksklusif JF Penyuluh Hukum juga menjadi sorotan, mengingat selama ini banyak kegiatan serupa dilakukan oleh pihak lain tanpa melibatkan JF yang kompeten.
Sebagai tindak lanjut, BSK dan BPHN mengusulkan dua opsi kebijakan yaitu diantaranya merevisi tiga regulasi yang ada atau menyusun satu regulasi omnibus yang komprehensif. Opsi kedua dinilai lebih efektif berdasarkan analisis kuantitatif karena mampu mengintegrasikan semua aspek teknis, kompetensi, dan manajerial ke dalam satu pedoman utama. Rekomendasi akhir juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pembina jabatan dengan BPSDM serta keterlibatan aktif JF Penyuluh Hukum dalam menyosialisasikan regulasi baru kepada pemerintah daerah agar implementasinya berjalan optimal.